Foto: Dok.Pribadi/Nurul Astuti |
Pentigraf singkatan dari Cerpen Tiga Paragraf. Digagas pertama sekali oleh Sastrawan
dan Akademisi Universitas Negeri Surabaya Dr. Tengsoe Tjahjono.
Menulis adalah kegiatan yang dapat membahagiakan hati. Karena dengan
menulis kita menjadi terus belajar agar diri ini memeroleh ilmu berguna dan
pada akhirnya bisa berbagi ilmu tersebut kepada orang lain.
Saya, sebagai ibu rumah tangga menjadikan kegiatan menulis bagian dari
warna-warni kehidupan sehari-hari. Menulis apa yang dilakukan, menulis apa yang
dibaca, menulis dari yang didengar dan yang dilihat. Alhamdulillah,
menyenangkan sekali.
Kembali lagi ke Pentigraf. Saya suka sekali menulis cerita model Pentigraf
ini. Ada tantangan tersendiri dalam menulis Cerpen Tiga Paragraf karena menuangkan ide dan unsur-unsur cerita
dalam ruang yang sempit. Mengasyikkan sekali karena cerita disajikan secara
ringkas sehingga dengan cepat dapat dinikmati.
Terlampir saya tulis beberapa hal terkait penulisan pentigraf hasil dari baca-baca artikel tentang
pentigraf. Sekaligus contoh pentigraf
tulisan saya. Semoga bermanfaat ya.
Pentigraf merupakan salah satu cerpen mini yang lebih mini. Dibatasi hanya
tiga paragraf. Pola paragraf yang biasa dipakai untuk menulis pentigraf
adalah 3-7-9 Artinya paragraf pertama terdiri dari 3 kalimat, paragraf ke dua 7
kalimat dan paragraf terakhir atau ke tiga terdiri dari 9 kalimat.
Tentunya pola 3-7-9 tidak menjadi format yang kaku. Pola 3-7-9 adalah acuan
yang ideal. Jumlah kalimat tentunya bisa berbeda dengan pola tersebut dan sebaiknya
jumlah kalimat tidak lebih dari 10 per paragrafnya.
Ibarat sebuah ruangan, Pentigraf hanya
memiliki ruang sempit dalam menuangkan cerita. Optimalkan narasi dengan
pemilihan diksi yang tepat dan sebaiknya sedikit dialog. Dialog-dialog dapat diubah menjadi kalimat
tidak langsung.
Walau Pentigraf sebuah cerita yang terbatas namun tetap memiliki karakter,
alur, konflik dan penyelesaian konflik yang terpadu. Di sinilah tantangan dalam
menulis Pentigraf.
Dalam menuangkan narasi pada Pentigraf, paragraf pertama mengenalkan tokoh
dan permasalahan yang dihadapinya. Tulis rangkaian kalimat pada paragraf
pertama ini yang membuat pembaca penasaran sehingga ada keinginan untuk membaca
paragraf selanjutnya.
Paragraf ke dua bercerita tentang
latar belakang masalah. Berisi rangkaian narasi tentang penyebab masalah dan
menuju ke puncak permasalahan. Buatlah pembaca akan semakin ingin tahu akhir
dari cerita. Jadi sifat paragraf ke dua
ini merupakan penghubung paragraf pertama dengan paragraf ke tiga.
Paragraf terakhir merupakan akhir cerita yang berisi hal yang tidak
terduga. Merupakan plot twist yang
mengejutkan. Jadi walau pentigraf merupakan cerita yang singkat beri dia
sesuatu berupa akhir cerita yang membuat pembaca terkesan tidak menyangka. Di
situlah kekuatan pentigraf.
Tuntutan jaman yang serba modern dan praktis menjadikan menikmati karya
sastra dengan waktu terbatas. Pentigraf bisa dijadikan sarana untuk dapat
menikmati karya sastra tanpa menunggu waktu lama mengetahui akhir cerita.
Berikut beberapa tulisan pentigraf saya.
TETANGGA DEPAN
Nurul Astuti
Aku heran dengan tetangga depan. Orangnya tidak mau bergaul. Baru pindah
sebulan yang lalu. Hanya suaminya yang biasa keluar untuk berangkat kerja.
"Orang baru kok sombong ya, " aku memulai pembicaraan pada
ibu-ibu yang belanja pada Bang Toyib pedagang sayur keliling. Satu persatu ibu
mulai menimpali gunjinganku. Seorang ibu mengatakan tetangga depanku itu orang
kaya sehingga tidak mau bergaul dengan orang biasa. Sedangkan ibu yang lain
menyebutkan kalau butuh baru mau bergaul. Suasana obrolan ibu-ibu semakin panas.Sambil
tangan kami terus mengambil bahan-bahan makanan. Bang Toyib geleng-geleng kepala
mendengar ocehan ibu-ibu langganannya.
Pagi ini Bang Toyib sudah mangkal dekat pos ronda. Aku segera menghampiri
dan menanyakan jika aku masih boleh belanja sebab utangku sudah banyak. Ternyata
Ban Toyib bilang bahwa aku masih boleh belanja sebab utangku sudah lunas. Dengan
senyum ceria Bang Toyib menjelaskan yang membayarkan utangku adalah seorang ibu
yang tadi pagi datang mencari mangga muda dan garam. Uang yang dibawa ibu itu
seratus ribu sedangkan jumlah belanjaannya hanya sepuluh ribu. Bang Toyib tidak
punya uang pecah untuk kembalian. Ibu
itu mengikhlaskan uangnya untuk membayar utang jika ada ibu yang berutang dari pada
hanya dititipkan saja. “Bu Ani tetangga depan Bu Yun sebenarnya ingin silaturahmi
ke rumah Bu Yun, tapi belum bisa karena masih mual-mual kehamilan bulan
pertama,” Bang Toyib mengakhiri ceritanya. Seketika ada rasa penyesalan di
dalam hatiku.
SUSTER MARIAM
Nurul Astuti
Wajah Suster Mariam terliha pucat. Malam-malam seperti ini dia menyempatkan diri datang ke rumahku hanya untuk memberi sebungkus kue odading yang viral itu. Mariam tahu aku suka sekali dengan odading. Senyum Mariam terlihat seiring dengan embusan angin dingin yang menerpa.
"Mariam, percayalah padaku. Tidak usah menunggu corona berlalu, tahun ini aku akan menikahimu, " kataku dengan mantab. Mariam mengucapkan terima kasih. Kekasihku itu mengatakan dia telah menyiapkan gaun pengantin berwarna putih. Kemudian Mariam bercerita tentang kejadian tadi di rumah sakit. Ketika dia mendapat kemarahan dari keluarga pasien saat mengingatkan untuk memakai masker. Juga tentang dia yang berkeringat deras saat harus memakai baju Hazmat selama enam jam.
Hingga akhirnya Mariam bercerita saat tubuhnya merasa lelah dan demam. Baru kusadari ini jawaban atas wajah pucat Mariam yang dari tadi aku lihat. Saat aku hendak menyentuh keningnya, Mariam mengelak. Kekasihku itu mengatakan dia sudah positif Covid-19. Aku terkejut luar biasa tidak menyangka. Tiba-tiba pintu terbuka. Aku melihat ibu berdiri di ambang pintu. "Deni, kamu berhalusinasi lagi ya, ikhlaskan kepergian Mariam." Kemudian ibu melihat bungkusan di atas meja teras. "Dari siapa odading itu ?”
Foto: Dok.Pribadi/Nurul Astuti |
DI SUJUD SEPERTIGA MALAM
Nurul Astuti
Sadeli menangis dalam sujud di sepertiga malam terakhir. Merasa terlalu besar dosa yang telah ia lakukan. “Apakah Tuhan akan mengampuni dosaku ?” bisik Sadeli dalam doanya.
Sebulan yang lalu sebuah rombongan ambulan ditolak massa. Sadeli memimpin massa yang menolak itu. "Kami tidak ingin warga dusun tertular penyakit mengerikan ini, " teriak Sadeli. Warga ikut berteriak mendukung Sadeli. Pak Kepala Desa menerangkan bahwa jenazah penderita Covid-19 telah diperlakukan sesuai protokol kesehatan jadi aman tidak akan menulari. Tapi warga tetap tidak mau mengerti.
Orang tua Hasan merasa sedih karena jenazah anak mereka ditolak warga. Marlina istrinya Hasan menangis memohon agar warga mau menerima jasad suaminya dimakamkan di kampung sendiri. Sadeli memandang wajah Marlina dengan sinis. Terbayar sudah sakit hatinya karena Marlina lebih memilih Hasan dari pada dirinya. Akhirnya rombongan ambulan keluar dari dusun mencari pemakaman lain. Kembali Sadeli terbatuk-batuk dalam sujud di sepertiga malam. Nafasnya sesak dan badannya demam. Dalam tangis Sadeli berdoa, "Ya Allah sepertinya sakitku ini sama dengan Hasan. Ampunilah aku. "
Demikian berbagi ilmu tentang Pentigraf ini. Semoga bermanfaat untuk pembaca sekalian. Saya sangat berterima kasih sekali jika ada masukan yang membangun. Sebab tulisan saya tentu masih banyak kekurangan. Bisa ditulis di kolom komentar. Terima kasih.
Silakan juga mengikuti akun media sosial saya di :
IG @nurul_triedhiastuti
FB Nurul Astuti
Komentar
Posting Komentar